Judi, ternyata masih ada.

     Perjudian, SDSB, PORKAS dan lain lain bentuk judi, sudah lama diberantas. Bahkan pusat pusat perjudian seperti rolet dsb, sudah tidak ada lagi di bumi Indonesia. Kaum agama, kaum moralis, puas dengan langkah pemerintah yang menutup segala bentuk perjudian. Negara kita aman tenteram dan penuh dengan nuansa agama. Tapi benarkan bahwa perjudian itu telah hilang lenyap dari bumi Indonesia?
     Suatu pagi, saya berolah raga berjalan jalan keliling kota. Sengaja saya mengambil rute keluar masuk perkampungan, melalui gang gang kecil, melihat kehidupan masyarakat didaerah padat. Bukan dengan maksud ikut ikutan Jokowi yang blusukan, bukan dengan maksud seperti raja yang njajah desa milang kori, tapi berolsah raga sekalian melihat kotaku dari sisi lain. Saya masih melihat seorang tuakng becak yang mangkal menunggu penumpang diatas becaknya, sambil memegang kertas kecil dan ballpoint. Apa yang dikerjakan?, ternyata melihat nomor yang keluar tadi malam dan membuat ramalan nomor kira kira keluar pada periode berikutnya. Si tukang becak itu nampak samtai sekali dan tidak takut tindakannya ini dianggap melanggar hukum. Lho, katanya SDSB sudah tidak ada?.Lalu dia pasang nomor untuk judi apa? Wah, tak tahulah aku.
     Pada ketika lain, saya bersilaturahim kepada salah seorang tetangga agak jauh, yang juga, maaf, seorang pengurus masjid. Lagi tengah asyik mengobrol, masuk seorang remaja sambil membawa uang receh entah berapa ribuan. Lalu si tuan rumah mengeluarkan lembaran kertas lebar, dan si tremaja menyebutkan angka tertentu. Si tuan rumah mencatat nomor nomor yang sisebut oleh si pemuda, transaksi selesdai dan sipemuda pergi. Wah, rupanya sdi takmir itunyambi jadi agen togel alias judi gelap.
     Anakku pernah bercerita, ada beberapa orang teman kuliahnya, yang mendapat beasiswa dari pemerintah. Padahal dia sebenarnya anak orang kaya, atau setidaknya mampu membiayai kuliahnya. Lagian si anak juga tidak pandai pandai amat. Apa yang diperbuat dengan uang bea siswa yang diterimanya? Setiap bulan sehabis menerima uang beasiswa, si anak mesti menggunakan sparo dari uangnya untuk pasang nomor judi bola!

Dari ketiga cerita saya diatas, saya ingoin menyampaikan bahwa judi itu ternyata masih ada dan merambah kedalam kehidupan masyarakat, terutama rakyat kecil. Mereka yang tidak mempunyai asa, hanya berharap mendapat uang banyak dengan memasang taruhan di perjudian. Lha yang dipasang taruhan apa, wong SDSB dsb sudah hilang. Saya juga tidak tahu. Ada yang mengatakan jugi singgapur, judi on line, judi dengan bandar dsb, tapi yang jelas judi itu masih ada dan marak.

Bagaimana derngan judi tradisional seperti ceki, remi, gaple dsb?. Ya lihat saja secara berkala mesti ada berita polisi menangkap perjudian semacam itu, di rumah rumah, di pasar atau ditempat lainnya. Pokoknya berita tentang perjudian yang digerebeg aparat, sering muncul dikoran, TV dsb. Jadi judi tradisional semacam in i juga masih ada.

Lha, kalau judi ke;las atas seperti rolet dsb? Saya masih ingat seorang mantan preman yang sudah tobat dan sekarang malah memimpin pondok pesantren, diwawancarai oleh satu stasiun TV, Ybs mengatakan bahwa 60 % dari penjudi di Hongkong, Macau dan Genting Highland, adalah orang Indonesia. Mereka jauh jauh datang kesana hanya untuk memenuhi syahwat judinya. Lha daripada uang dari Indonesia lari ke Malaysia, Hongkong dan China, mending Indonesia membangun pusat perjudian juga kayak yang di Malaysia, shingga uang dari Indonesia tidak lari keluar negeri. Dikenai pajak yang sangat besar, lalu segala bentuk perjudian diluar itu harus benar benar diberantas (Lho apa sekarang tidak benar benar diberantas??.....Sudah tauk nanyak!!!) Hasil dari pajak judi itu untuk membangun infrastrutur seperti jaman Ali Sadikin.

Tapi kaum agamawan jelas jelas menolak. Dalam ajaran Islam, jangankan berjudi, menyetujui perbuatan judi saja sudah dosa. Jadi jelas kalau umat Islam akan menolak jika pemerintah kembali membuka pusat perjudian, atau lotere, atau bentuk perjudian lainnya. Lha, kalau nyatanya judi masih ada, dan marak dilapisan masyarakat, lalu bagaimana jalan keluarnya?

Ada yang mengatakan, kenapa jaman awal orba dulu suasananya tenang? Karena masyarakat kelas bawah seolah diberi mainan, ya itu tadi, permainan tebak tebakan alias judi. Dengan judi, rakyat kecil seolah mempunyai asa/ harapan untuk mendapat rejeki nomplok. Rkyat menjadi tenang dan lupa akan demo, nuntut hak dsb. Jadi dari segi kamtibmas, judi itu ada manfaatnya. Ah, tapi nanti dulu! Judi yang menyebabkan perkelahian, bunuh diri karena kalah judi juga banyak.  Karena judi, rumah tangga jadi berantakan juga banyak. Pendek kata, judi itu memang ada manfaatnya, tapi madhorotnya jauh lebih besar.

Dikalangan etnis tertentu, judi itu memang sudah menjadi budaya. Bukan sesuatu yang haram, bukan sesuatu yang tercela. Lha kalau untuk memberi ruang kepada etnis etnis seperti ini trus gimana?. Mari kita cari solusi dengan pertimbangan ya itu tadi: Dalam Islam, judi jelas dilarang, tapi tidak seluruh bangsa Indonesia beragama Islam. Judi memang ada manfaatnya, tapi madhorotnya lebih besar. Judi, seolah memberi harapan semu kepada masyarakat kecil. Judi kalau dikelola bisa menjadi sumber pendapatan negara lewat pajaknya, bisa menjadi obyek wisata, dsb.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar