Pemerintah yang meracuni rakyatnya..........

     Kalau ada orang tua yang selalu memanjakan anaknya, apa yang diinginkan dipenuhi, diberi gelimangan kebutuhan, tidak diajari bekerja, mulai dari mandi, membersihkan tempat tidurnya, membersihkan kamarnya, semua dikerjakan oleh orang tuanya atau pembantunya, maka si anak akan menjadi manja, tidak dapat bekerja dan selalu tergantung pada orang lain. Bahkan untuk urusan yang kecil seperti menyiapkan pelajaran sekolah dlsb, sianak akan minta bantuan pembantunya. Lebih lebih kalau orang tuanya over protektor, terlalu memproteksi anak, permintaan anak selalu dipenuhi, tuntutan anak selalu dituruti, maka si anak akhirnya menjadi anak yang tidak bisa mandiri. Orang tua yang demikian bisa dikatakan orang tua yang meracuni anaknya sendiri, tidak menyiapkan masa depan anak sebagai anak yang mandiri.
     Keadaan ini bisa dikiaskan dengan sikap pemerintah saat ini yang selalu memenuhi tuntutan rakyatnya, memenuhi tekanan rakyatnya, buruh, sekretaris desa, PNS, guru dsb. Apakah tuntutan mereka betul betul untuk kesejahteraan mereka, atau untuk kepentingan sesaat, mestinya pemerintah harus bisa memilah. Kalau tuntutan dan tekanan itu selalu dipenuhi, akibatnya rakyat/ masyarakat tidak bisa mandiri dan apa apa selalu tergantung pada pemerintah. Selalu mengandalkan bantuan pemerintah.
     Dulu, jaman pak Harto dulu selalu didengungkan bahwa pembangunan itu mestinya : pertama dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kedua menggerakkan ekonomi masyarakat dan menampung angkatan kerja/ memberi lapangan kerja kepada masyarakat, ketiga membangun sarana dan prasarana bagi masyarakat . Keempat pembangunan yang dilaksanakan akan menjadi landasan bagi pembangunan tahap berikutnya dan kelima pembangunan yang dilaksanakan harus bisa menyiapkan kemandirian masyarakat. Nah, yang kelima inilah yang saat ini hampir hampir tidak terlaksana!. Masyarakat bukannya mandiri, tapi malahan semakin tergantung kepada pemerintah.

Peran media
     Dalam suatu musibah, katakanlah kebakaran atau banjir yang diliput media, kadang kita melihat media yang mewawancarai korban, bla bla bla....lalu diakhir wawancara selalu ditanyakan: "sudah menerima bantuan apa dari pemerintah?", atau "pemerintah sudah memberi apa?". Lha wong kejadiannya baru tadi pagi, masak pemerintah sudah dituntut untuk memberi ini itu! Kadang saya berpikir bahwa media itu kadang juga jadi provokator ya?. Atau setidaknya media itu mendorong masyarakat untuk selalu mengandalkan bantuan pemerintah.
    Disamping memberi hal yang positip, media itu kadang juga menyebabkan masyarakat selalu menuntut kepada pemerintah jika ada musibah, kebutuhan yang mendesak dsb. Ini juga menyebabkan masyarakat akan selalu tergantung kepada pemerintah, selalu mengandalkan bantuan pemerintah.
    Semestinya media itu juga memberi arahan yang positip, apa hak masyarakat, apa kewajibannya, apa yang harus dikerjakan sendiri dan apa yang bisa dimintakan bantuan kepada pemerintah. Media yang ikut membangun kemadirian masyarakat, mendorong peran serta masyarakat.

Peran politikus
     Walah ini biang keladinya!. Politikus yang tebar pesona, politikus yang ingin menjaga konstituennya, ini akan membuat masyarakat menjadi semakin tidak mandiri dan selalu menyandarkan diri kepada pemerintah. Bantuan langsung tunai/ BLT, Bantuan sosial/ Bansos, Dana aspirasi, dicurigai hanyalah upaya politikus untuk memelihara konsituennya, tebar pesona, tapi kok menggunakan anggaran negara. Wah ini yang jadi rasanan, politikus itu memelihara konstituennya dengan menggunakan anggaran negara. Tapi ada akibat yang parah, yakni masyarakat akan semakin tergantung kepada pemerintah.
     Sekarang ini ada satu kata yang sangat populer dikalangan masyarakat, yakni kata "proposal". Mulai dari masyarakat diperkotaan sampai dipucuk gunung sana, kata ini sangat populer. Kalau ada kepentingan apapun, baik pribadi, lingkungan, kelompok atau oraganisasi, ajukan saja proposal kepada pemerintah. Saya pernah membaca di satu koran, bahwa ada kantor Pemba suatu kabupaten yang setiap hari dipenuhi oleh orang orang yang akan mengajukan proposal. Sampai ruang tunggu tidak bisa menampung, dan masyarakat yang mengajukan proposal sampai sampai mengelesot dilantai.  Ini pula yang menyebabkan masyarakat semakin tidak mandiri dan selalu mengandalkan bantuan pemerintah.

Kepentingan politik
      Partai A memperjuangkan agar gaji pegawai ini naik. Partai B memperjuangkan agar kelompok ini diangkat menjadi PNS. Partai C memperjuangkan agar anggaran ini ditanggung pemerintah, dsb dsb, sesungguhnya ini lebih banyak didasarkan kepada kepentingan politik, agar partai yang bersangkutan dianggap partai yang pro rakyat, yang selalu memperjuangkan rakyat.
    Namun apakah partai itu tahu seberapa kemampuan pemerintah?. Kalau semua urusan harus ditanggung pemerintah, berapa sebenarnya kemapuan pemerintah.

Kiblatnya: luar negeri
     Kita sering mendengar kalimat, ..."kalau diluar negeri hal semacam ini ditanggung pemerintah..", "kalau di negara A, gaji pegawai ini sekian juta..", "Kalau dinegara B subsidi ini sekian sehingga harga bisa menjadi sekian"...dsb. Mungkin kita lupa bahwa kemampuan negara kita tidak sebesar negara lain. Lagi pula apa kita juga memenuhi kewajiban sebesar negara lain? berapa pajak yang sudah kita bayar?
     Di negara lain kemampuan negara besar karena rakyatnya taat membayar pajak, birokratnya bersih dari korupsi, rakyatnya disiplin. Kemampuan dan kemauan rayat untuk mandiri juga besar. Ibaratnya, kalau rakyat menuntuk pemerintah mengatasi banjir, ya jangan buang sampah disungai. Kalau menuntut pemerintah mengatasi kemacetan, ya harus mau naik angkutan umum.

Celakanya, pemerintah mau menuruti kemauan politikus, mau menuruti tekanan pihak pihak tertentu, sehingga dana pemerintah habis untuk subsidi masyarakat, BLT, Bansos, dana aspirasi dlsb, yang pada akhirnya menyebabkan masyarakat semakin tidak mandiri. Inilah yang sebenarnya dikatakan pemerintah justru meracuni rakyatnya.

Kemandirian masyarakat semakin tipis. Peran serta masyarakat dalam pembangunan, dalam menggerakkan roda pemerintahan semakin kecil. Katakanlah, masyarakat kalau diundang ke kalurahan untuk rapat, tidak mau datang kalau tidak ada uang sakunya. Bahkan untuk kepentingan mereka sendiri, masyarakat diundang kepuskesmas untuk penyuluhan kesehatan, tidak mau datang kalau tidak ada uang transportnya.

Kembalilah kepada filosofi pembangunan
     Maaf, jangan alergi terhadap sistim orde baru dulu. Pembangunan yang dilaksanakan, lambat laun harus bisa membangun kemandirian masyarakat. Ini yang mestinya kita pegang. Saya masih ingat, dulu masyarakat diberi gaduhan sapi. Lalu setelah sapi gaduhan bisa berkembang, jika masyarakat ingin meningkatkan usaha ternaknya, disediakan kredit lunak. Dan jika usaha ini meningkat dan masyarakat ini berusaha lebih lanjut, maka harus mau menggunakan kredit komersial. Ini barangkali filosofinya. Dulu waktu merebak wabah penyakit ternak yang menyebabkan peternak merugi milyaran rupiah, pada waktu pemerintah akan menggelontorkan dana, ada peternak yang berucap..."Saya tidak butuh bantuan pemerintah, cukup jika pemerintah menurunkan kredit lunak dengan bunga rendah dan persyaratan mudah, kami sudah senang..."
    Subsidi saat ini betul betul telah membebani anggaran negara. Dan pemerintah tidak berani menaikkan harga BBM untuk mengurangi subsidi, karena tekanan politikus. Yang dibutuhkan mestinya, pemerintah bersama politikus yang sadar bisa memberi pengertian kepada masyarakat bagaimana mestinya menghitung subsidi, apa yang harus ditanggung pemerintah dan apa yang ditanggung masyarakat.
     Subsidi BBM, Pendidikan dan Kesehatan yang ditanggung pemerintah memang masih sangat diperlukan karena kemampuan pemerintah yang kecil, tapi lambat laun mestinya ada urusan yang dilepas dari tanggungan pemerintah dan secara mandiri ditanggung oleh masyrakat. Lha, masyarakat yang betul betul tidak mampu, inilah yang tetap ditanggung oleh pemerintah.
     Sejak jaman kemerdekaan, pemerintah selalu memberi subsidi, tidak semakin kecil, tapi semakin membengkak, ini kan suatu tanda bahwa kemandirian rakyat semakin kecil.
     Kembalilah kepada filosofi pembangunan!!. Pembangunan harus bisa mensejahterakan masyarakat, sekaligus membangun kemadirian masyarakat. Hal hal yang menyebabkan masyarakat semakin tergantung kepada pemerintah, semakin tidak mandiri, lebih baik disudahi saja. BLT, Bansos, dana aspirasi dsb lebih baik dialihkan untuk membangun sarana perekonomian yang bisa menggerakkan usaha masyarakat. Jangan racuni masyarakat dengan pembangunan, dana dan subsidi yang menyebabkan masyarakat semakin tidak mandiri. 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Ngapusi...itukah karakter birokrat kita?.......

     Ngapusi, menipu, merekayasa, ndobos, rasanya sudah menjadi keseharian birokrat kita. Lebih lebih bila sudah ngurusi masalah lomba, penghargaan dan hal hal yang akan mendatangkan penghargaan bagi daerahnya. Entah itu piala Adipura, Parahita, Wahana Tatanugraha dsb. Satu lagi, birokrat itu pinter sekali menjawab kritikan apapun yang ditujukan kepadanya. Dulu waktu reformasi pertama kali digulirkan, waktu santer santernya kata reformasi, maka rezim orba dengan santainya menjawab bahwa reformasi telah dilaksanakan, bahkan sejak tahun limapuluhan telah melaksanakan reformasi. Wah, yang dengarpun hanya senyam senyum mendengar jawaban ini.
     Kebiasaan ngapusi, rekayasa atau selalu menjawab semua kritikan, akan mengakibatkan seperti yang kita lihat selama ini. Satu kabupaten yang mendapat penghargaan mampu meningkatkan produksi padi, namun pada ketika lain minta bantuan karena banyak sawah puso. Daerah pemenang Adipura, namun pasarnya kumuh. Daerah pemenang KB, namun pertumbuhan penduduknya dua digit. Atau pemenang Parahita ternyata kasus KDRT, poligami, nikah siri masih banyak.
     Nah, kebiasaan ngapusi ini mestinya yang harus segera diakhiri. Ngapusi ini yang paling banyak ialah dalam rangka mendapatkan penghargaan bagi daerahnya. Daerah yang paling banyak menerima penghargaan, dianggap paling maju, bupati/ walikotanya nanti bisa nyalon kedua kalinya. Yang kedua ialah dalam rangka mendapatkan anggaran dari pemerintah pusat atau lembaga yang lebih tinggi.

Lomba, ini biangnya
     Ada sebuah kelompok tani ternak yang akan dinilai untuk lomba tingkat nasional. Setelah dihitung hitung, populasi ternak di kelompok tsb sangat kecil, katakanlah untuk lomba kelompok peternak ayam buras/ kampung. Kira kira tiga hari sebelum tanggal penilaian, ada operasi besar besaran untuk menambah populasi ternaknya. Pemerintah daerah mengedrop ayam buras secara besar besaran ke kandang kandang, agar populasi ternak kelihatan besar. Kandangpun direkayasa agar kelihatan bersih. Pemerintah juga mengedrop uang agar kas kelompok kelihatan besar. Arus keluar masuk uang direkayasa, termasuk arus penjualan telur dan ayam dibuat besar agar nanti mendapat nilai tinggi.
     Pada penilaian Adipura ya sama saja. Masing masing daerah pada calling callingan, tim penilai sudah sampai mana. Lalu pada hari dimana daerah akan dinilai, tim penilai dijemput, diinapkan dihotel bintang, segala keperluannya dipenuhi, nanti pulang dibawakan oleh oleh. Lapanganpun sudah disiapkan sebaik mungkin. Pedagang kaki lima diperintah untuk libur dulu agar kota kelihatan bersih. Sampat diangkut sehari tiga kali (padahal biasanya tiga hari sekali). Kota menjadi bersih dan ijo royo royo. Selesai penilaian keasdaan kota kembali seperti semula.
     Demikian pula lomba yang lainnya, selalu ada rekayasa dilapangan maupun data pendukung agar mendapat nilai yang tinggi sehingga nanti bisa meraih penghargaan. Kabupaten/ kota yang paling banyak menerima penghargaan, itulah yang dianggap daerah yang paling maju.

Upaya mendapatkan anggaran
     Upaya untuk mendapat anggaran dari atasan, pusat atau propinsi, diluar DAU ataupun DAK, sering harus disertai proposal dengan latar belakang/ data pendukung. Ini yang sering direkayasa. Satu kegiatan yang sebenarnya tidak layak, namun  dengan rekayasa data pendukung seolah kegiatan itu layak. Akibatnya kegiatan itu akan menjadi barang yang mangkrak.
    Ada satu daerah yang akan mengajukan anggaran untuk membangun pasar hortikultura dan hasil pertanian lainnya. Dibuatlah proposal yang sangat meyakinkan dengan dukungan data produksi sayuran, buah buahan, bunga dan produk pertanian lainnya. Data yang disajikan direkayasa sangat tinggi. Akhirnya anggaran bisa keluar dan pasar hortikultura dapat dibangun serta menjadi kebanggaan daerah. Namun karena data yang rekayasa, petani yang menjual hasil pertaniannya kepasar tsb sangat sedikit, dan beberapa tahun kemudian menjadi pasar yang mangkrak.
    Ini hanya contoh kecil bagaimana bila semua serba rekayasa, ngapusi. Anggaran negara akhirnya hanya untuk hal hal yang akhirnya mubadzir.

Harus ada perubahan mainset
     Harus ada perubahan pola pikir dikalangan birokrat! Yang ngapusi, yang suka merekayasa data, yang asal njawab, mari kita sudahi. Itu semua akhirnya hanya akan merugikan masyarakat sendiri. Penghargaan yang kita terima, sebenarnya hanya instan saja. 
    Apa artnya menerima Adipura, namun ternyata pola hidup masyarakatnya masih jauh dari kebiasaan hidup bersih. Membuang sampah juga mnasih seenaknya. Pedagang kakilima masih menjadi beban, bukan potensi, yang selalu menimbulkan masalah bagi petugas kebersihan, tramtib dsb. 
     Apa artinya menrima Wahana Tata Nugraha, penghargaan tertinggi dalam tertib lalu lintas, kalu ternyata yang ditekankan hanya mengecat marka jalan, menambah lampu apill, sementara perilaku pengguna jalan masih jauh dari tertib.
     Apa artinya menerima Parahita, kalau ternyata yang dipentingkan hanya menambah jumlah kader posyandu, atau data pendukung yang selalu "wah", sementara masih banyak balita yang kurang gizi, yang tidak pernah cukup menerima asi eksklusif, yang para istri masih banyak yang diperkuda suami, atau para istri yang hanya nganggur dirumah menunggu jatah dari suami.
      Saya jadi ingat sama pak Jokowi, walikota Solo yang tidak pernah menerima penghargaan Adipura, Parahita dsb, namun penghargaan non formal sangat banyak diterima. Beliau memang tidak terlalu mementingkan penghargaan, yang penting kerya nyata yang dapat dinikmati langsung oleh masyarakat.

Jadikan parameter dalam lomba, untuk membangun
     Jangan mengharap Adipura, tapi parameter, kriteria dalam penilaian adipura, gunakan untuk membangun lingkungan hidup didaerahmu. Dalam parameter Adipura disebutkan, sungai yang bersih itu yang bagaimana, sudah ada kriterianya, ada tolok ukurnya, ada skornya. Ya, itu aja yang diterapkan dalam menata sungai yang melintas diperkotaan. Nantinya akan diperoleh kali yang bersih yang akan dapat dinikmati oleh warga kota untuk santai, dengan taman ditepinya, dsb. Nantinya tidak ada warga kota yang membuang sampat di kali karena ada kesadaran.
    Dalam parameter adipura disebutkan bagaimana mengelola sampah. Apa yang harus dilakukan oleh rumah tangga, apa yang dilakukan oleh petugas di TPA, di TPS  sampai nanti di TPA bagaimana pengelolaannya, ya itu saja yang dikerjakan.
      Kalau parameter, kriteria yang ada dalam penilaian lomba lomba itu kita tertapkan dalam pembangunan, tanpa harus memikirkan lomba, nanti akan dapat piala, nanti akan dapat penghargaan, maka sebenarnya itulah yang akan menyentuh rakyat banyak.
    Lomba bukan tujuan, tapi hanya sekedar sarana uyang disediakan oleh pemerintah pusat agar daerah mampu menerapkan prinsip prinsip kerja yang baik, dengan parameter dan kriteria tertentu sehingga dapat dinikmati oleh masyarakatnya. 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Severage/ Septic tank komunal, riwayatmu kini.....

     Bayangkan kalau kita tinggal di pemukiman padat, atau di RSS saja misalnya. Dimana kapling kita hanya seluas 54 m2. Lalu masing masing rumah membuat septic tank sendiri sendiri. Maka kita bagaikan hidup mengambang diatas genangan tinja!!. Atau kita hidup diatas kerajaan bakteri E. Coli. Tanah tempat kita tinggal pasti sudah sangat tercemar dengan tinja dan segala bakteri yang dikandungnya. Masih mending kalau kita mendapat pasokan dari air bersih PDAM. Lha kalau terpaksa membuat sumur? Apa kita tidak minum air perasan tinja kita sendiri.
     Makanya diperkotaan, di lingkungan padat penduduk, di perumahan, utamanya RSS atau perumahan dengan luas kapling sempit, konsep severage atau septic tank komunal mestinya menjadi pilihan utama. Atau bahkan keharusan. Pengembang perumahan harus membuat severage untuk mengganti septic di masing masing kapling.

Satu lubang rame rame
     Severage, septic tank komunal, septik teng raksasa, atau apalah namanya, dibangun untuk satu lingkungan atau perumahan. Mungkin satu severage bisa untuk menampung kotoran 100 sd 150 rumah tangga. Dari WC/ kloset masing masing rumah tangga dialirkan ke saluran kolektor didepan rumah, lalu dari sini dialirkan lagi menuju saluran besar, selanjutnya menuju ke severage. Jadi dalam satu lingkungan atau perumahan terdapat satu jaringan saluran tinja/ kotoran yang tertutup. Dari masing masing rumah tangga menuju ke saluran kolektor, lalu dari beberapa saluran kolektor menuju ke saluran besar dan dari beberapa saluran besar bermuara ke severage. Di beberapa tempat perlu dibuat lubang pemeriksa/ man hole.
Sulitnya membuat jaringan
    Untuk perumahan yang sejak awal sudah direncanakan akan dibangun severage, tentu tidak akan menemui kesulitan. Namun untuk perumahan padat atau lingkungan kumuh yang sudah terbangun lebih dulu, maka membuat severage dan jaringannya bukan perkara mudah. Kesulitan pertama adalah letak rumah yang tidak teratur, sehingga kalau membuat jaringan berkelak kelok, dikawatirkan akan terjadi penyumbatan nantinya. Kesulitan berikutnya adalah letak dan ketinggian rumah tidak teratur, sehingga untuk mengalirkan jaringan menuju ke satu titik, diperlukan beberapa perubahan untuk mengatur ketinggiannya. Kesulitan berikutnya, dan ini yang paling utama, sudah tidak ada termpat untuk membuat jaringan dan tempat severage. Jaringan mungkin terpaksa dibuat dibawah jalan lingkungan dan severage harus membebaskan satu lokasi.
Disiplin, kunci utama
     Kalau severage sudah terbangun dan dioperasikan, maka disiplin para pengguna, yakni rumah tangga di lingkungan/ perumahan tersebut harus benar benar dijaga. Yang masuk kedalam saluran jaringan severage tsb harus benar benar hanya tinja dan air. Dan ini ternyata tidak mudah. Masyarakat kelas bawah yang mempunyai kebiasaan tidak begitu peduli dengan kebersihan, membuat sampat seenaknya, kalau diharuskan berdisiplin, tentu memerlukan waktu yang tidak singkat.
     Pernah terjadi dilingkungan saya, severage yang baru beberapa bulan dibangun, sudah mampet. Setelah dibersihkan, ternyata biang kemampetan adalah sachet sampo, potongan sikat gigi, bungkus sabun, sikat cucian, pembalut dan sampah lainnya. Termasuk yang paling banyak adalah rambut. Rambut itu kalau terakumulasi akan menjadi gulungan besar yang pasti akan menyumbat saluran. Makanya dalam membangun severage, disiplin para pengguna merupakan kunci utama.

Manfaat lainnya
     Kini banyak severage yang dibangun yang berfungsi pula sebagai digester, sehingga bisa menghasilkan biogas. Memang saat ini biogas hanya dimanfaatkan untuk menyalakan kompor untuk memasak. Namun bukan tidak mungkin suatu saat nanti biogas yang dihasilkan bisa menghasilkan daya listrik, setidaknya untuk penerangan lingkungan.
     Nah, sebenarnya severage sangat banyak manfaatnya. Setidaknya kita tidak hidup mengambang diatas genangan tinja atau kerajaan E. Coli. Kapling yang sudah sempit ini bisa dimanfaatkan untuk ruang lainnya. Lingkungan menjadi terjaga kebersihannya, tanah menjadi sehat dan kita mempunyai cadangan energi. Tapi ya itu.... disiplin warga harus diutamakan.

Dengan melihat manfaat dari severage, kiranya pihak pemerintah daerah dan para pemegang kebijakan lainnya, memikirkan pembangunan severage pada lingkungan kumuh, pemukiman padat dan perumahan yang akan dibangun.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Fried Rice / Nasi Goreng......Lho kok cuma untuk lomba?

     Nasi Goreng/ Fried Rice adalah salah satu masakan khas Indonesia yang mendunia. Entah sebenarnya nasi goreng ini masakan dari mana, namun dunia mengenal nasi goreng adalah masakan khas Indonesia. Bahkan ada lagu lama dari negeri kincir angin/ Belanda yang berjudul Nasi Goreng. Sedemikian terkenal dan familiarnya nasi goreng ini, sehingga tiap tiap daerah mempunyai msakan khas nasi goreng. Ada nasi goreng sea food, nasi goreng oriental/ ala cina, nasi goreng jawa, nasi goreng dengan campuran ikan asin, dsb dsb yang masing masing daerah membanggakan keunggulannya.
     Namun untyuk bisa mendunia, atau dikenal sebagai makanan khas Indonesia yang dikenal dunia, maka rasa nasi goreng ini ada standarnya. Jadi sebenarnya nasi goreng inio sudah ada standardisasinya. Cobalah rasakan nasi goreng yang dimasak oleh koki / chief di hotel hotel berbintang, pasti rasanya tiada berbeda. Kalau toh ada perbedaan, hanya sekedar improvisasi untuk menunjukkan kekhasannya.
     Ada satu hal yang menarik, bahwa nasi goreng ini paling sering dilombakan. Lomba Memasak Nasi Goreng untuk bapak bapak. Pada acara pemperingati tujuh belasan, ulang tahun Dharma Wanita, ulang tahun organisasi tertentu, maka lomba memasak nasi goreng ini hampir tidak pernah ketinnggalan.
     Jika ada acara tujuh belasan dan lomba memasak nasi goreng akan digelar, saya selalu menyarankan, mbok yang lain saja. Alasan saya, untuk acara semacam ini yang penting bukan  menangnya, tapi partisipasinya, ketawanya, santainya, dsb. Lomba balapan karung, memukul balon dsb lebih mengundang ketawa. Kalau lomba masak nasi goreng itu banyak yang tidak puas dengan keputusan juri. Banyak bapak bapak peserta yang bilang..."wah lha saya tiap hari masak nasi goreng kok disini kalah"......"anak saya itu paling senang dengan masakan nasi goreng bapaknya kok disini kalah"... dsb ungkapan yang nadanya tidak puas. Lha jurinya sendiri juga amatiran, hanya terdiri dari ibu ibu RT, maka jadilah lomba masak nasi ghoreng tingkat RT ini bukan ajang untuk senang senang, tapi malah bikin gondok.

Ada stardardisasinya
     Sebagai masakan khas Indonesia yang sudah mendunia, maka sekali lagi, nasi goreng ini sudah ada standardisasinya. Bumbu, rasa dsb sudah terstandardisasi. Para juru masak, koki, chief tinggal menguikuti standardisasi itu. Kalau toh ada improvisasi, misalnya ada nasi goreng hotel tertentu, dengan cita rasa ayam, ada dengan cita rasa sea food, oriental dsb, tapi bukan pada bumbu dasarnya.
      Seorang teman peserta lomba masak nasi goreng tingkat RT dengan bangga menyajikan hasil olahannya dan optimis menang. Tapi ternyata kalah, bahkan juara harapanpun tidak diraih, karena dalam memasak dia menambah bumbu trasi. Ada juga peserta yang menambah bumbu tempe semangit. Wah, lha kalau rasa yang seperti ini yang untuk konsumsi dirumah saja. Kalau untuk lomba, pasti kalah.

Minyak hanya untuk mensangrai bumbu
     Minyak, atau bisa diganti dengan margarin, atau minyak samin, itu hanya untuk mensangrai/ menggongso bumbu. Jadi hanya secukupnya untuk keperluan mensangrai itu saja. Mana kala kita melihat hasil olahan nasi goreng kok kemilau karena minyak, meskipun dengan alasan biar rasanya enak dll, pasti juga akan kalah. Banyak bapak bapak peserta lomba tidak paham tentang ini, sehingga dalam memasak nasi goreng, memakai minyak banyak banyak.
Bagaimana untuk tampil beda?
     Untuk tampil beda dengan peserta lain, kita bisa memilih beberapa improvisasi sbb:
  1. Jangan merubah bumbu dasar yang akan menyebabkan rasa tidak standar. Kita bisa merubah kombinasi atau takaran masing masing bumbu dasar, untuk menciptakan rasa khas, namun tidak merubah cita rasa.
  2. Bahan yang bukan bumbu dasar bisa kita tambahkan, misalnya, daging ayam, udang, sea food, sosis dsb.
  3. Asesori yang berupa sayur, bisa untuk menambah cita rasa, bisa untuk menambah penampilan dan bisa untuk menambah selera, seperti seledri, kobis, tomat, merntimun dsb, silahkan ditambahkan, dibentuk untuk untuk hiasan dsb.
  4. Bumbu dasar/ standar untuk nasi goreng tidak akan jauh jauh dari : bawang, merah, bawang putih, bawang bombay, kecap, saus tomat. Tinggal bagaimana kita membuat kombinasi, mana yang dilebihkan, mana yang dikurangi dsb, untuk menciptakan cita rasa dan rasa yang khas.
Selamat bertanding dalam lomba masak nasi goreng. Tapi kalau kalah jangan marah yaa....

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Pasar Tradisional, sebagai tempat tujuan wisata....

     Bicara mengenai pasar tradisional, tentu pikiran kita mengarah kepada pasar yang kumuh, kotor, semrawut, basah, tidak teratur dsb. Makanya pasar tradisional diistilahkan wet market. Barang yang dijualpun mutunya dibawah pasar moderen/ swalayan/ upermarket. Harganya juga dengan sistim tawar menawar, bukan harga pas. Namun bagaimanapun juga pasar tradisional ini tetap dibuituhkan untuk melayani masyarakat kelas menengah kebawah.
     Dibanyak kota, telah banyak pasar tradisional yang berubah menjadi pasar moderen. Contohnya saja di Solo, pasar Singosaren tempo dulu telah berubah menjadi pusat pertokoan Matahari dsb. Namun banyak pula Pemerintah Daerah yang cerdas, menata pasar tradisional menjadi pasar m oderen yang bersih, tertata rapi dengan tidak meninggalkan ciri pasar tradisional, dan tetap diperuntukkan bagi pedagang/ masyarakat kelas bawah. Ciri pasar tradisional adalah tetap ada kios kios, los dan pedagang oprokan/ lesehan.
     Kios, bentuknya tertutup seperti toko kecil, berukuran 3 x 4 m, 4 x6 m dsb sesuai kondisi pasar, dengan pintu kuat, biasanya dibangun mengelilingi pasar. Los, dibangun ditengah pasar, berupa bangunan panjang, dimana pedagang mendapat jatah kapling kosong, misalnya 3 x3 m, 2 x2 m dsb, kemudian pedagang membangun dengan bahan semi permanen, misalnya dengan bahan dari kayu, kotak, lemari, dasaran dsb dengan bentuk ukuran yang telah ditetapkan. Los ini pada umumnya telah ada pembagian sendiri, misalnya los khusus daging, los khusus sembako, los sayuran dsb. Oprokan ialah los yang diperuntukkan pedagang yang tidak mampu membeli kios ataupun los.
    Pasar tradisional yang sudah direnovasi dan ditata bagus tentu akan menarik untuk dikunjungi. Pembelipun merasa lebih nyaman. Dan biasanya pasar tradisional yang sudah direnovasi ini dibagian belakan ada los khusus untuk makanan dan jajanan. Ada yang sudah dikemas seperti foodcourt, ada yang dikemas menjadi puja sera, namun ada pula yang masih berbentuk tradisional dengan warung warung makan. Aneka jajanan dan masakan dapat kita jumpai disini. Nah.....kesinilah tempat tujuan wisata kuliner kita kali ini.

Aneka jajanan
     Kita dulu tentu mengenal istilah jajan pasar. Ada jajanan klethikan/snak seperti marning, klanting, emping, peyek, kripik dsb yang tradisional. Ada juga jajanan kue basah, apem, klepon, getuk tadisional, sawut dan jajanan lain yang hampir punah, yang hanya bisa kita jumpai dipasar tradisional. Sangat baik untuk mengajak anak anak kesini, mengenalkan mereka dengan jajanan tradisional. Disaat mereka hanya kenal jajanan modern dan instan. Chiki, coklat, donat dsb.

Aneka lauk matang
     Bagi ibu rumah tangga yang sibuk, wanita karier, atau mereka yang tidak sempat memasak dirumah, maka pasar tradisional bisa menjadi alternatif sepulang kantor langsung mampir kesini. Tinggal pilih, bungkus, bayar, sampai dirumah tinggal menikmati. Aneka sayur, lodeh, bening, gudeg, masakan cina, juga lauk, sate, ayam goreng, baceman, penyetan, sea food dsb.

Aneka masakan
     Tidak ingin membawa pulang dan ingin dinikmati disini?...Aha..ini tempatnya. Warung tradisional, pujasera, foodcourt, banyak menyertai pasar tradisional yang sudah ganti wajah ini. Mau nasi goreng, bakmi tradisional, bakmi ala cina, sate, gule, soto, bakso....semua ada. Tinggal pilih sesuai selera kira. Tempatnyapun sekarang sudah bersih, teratur tertata rapi, membuat para pengunjung betah dan suatu saat akan kembali lagi kesini.

Bagi anda yang tidak ingin makan disini dan ingin memasak sendiri dirumah, jelas pasar tradisional ini tempat untuk mendapat bahan mentah. Aneka sayuran segar, buah buahan, ikan laut, ikan air tawar, daging ayam, sapi dsb tersedia disini dengan los yang sudah teratur dan bersih.

Namun menjadi pertanyaan, apakah pasar tradisional yang sudah direnovasi ini bisa dipertahankan terus kebersihan dan keteraturannya oleh pedagang, pengunjung dan pengelola?.Jangan jangan cuma pada tahun tahun pertama kelihatan bersih, rapi, teratur, lalu tahun berikutnya kembali seperti pasar tradisional waktu lalu, kumuh, kotor, semrawut........ 

Jangan berpikir negatip dulu...so, mari berwisata kepasar tradisional.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS