Ikan dan hewan, indikator perubahan lingkungan

     Kita masih ingat sejarah lingkungan, kasus Minamata disease di Jepang. Teluk Minamata yang sangat tercemar merkuri dan logam berat lainnya dari pembuangan limbah industri. Lalu cemaran industri ini menempel di tumbuhan dan biota laut. Tumbuhan dan biota laut ini lalu dimakan ikan ikan kecil. Ikan kecil dimakan ikan besar, dan terjadi akumulasi merkuri pada ikan besar. Ikan besar lalu tertangkap nelayan, lalu dikonsumsi manusia. Lama lama terjadi akumulasi merkuri dan logam berat lainnya pada tubuh manusia. Manusia bisa keracunan yang berakibat kerusakan organ tubuh dlsb, dan yang fatal, ternyata berakibat pada janin yang dikandung. Maka lahirlah bayi bayi yang cacat. Inilah yang terkenal dengan kasus Minamata yang menghebohkan itu. Kasus ini menyadarkan manusia akan akibat dari pencemaran lingkungan.
     Alam terkembang menjadi guru. Sebenarnya kalau kita cermati kehidupan ikan, kodok, hewan hewan dan biota lainnya, kita akan dapat melihat perubahan lingkungan, pencemaran, tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan. Hewan hewan yang dalam siklus hidupnya mengalami metamorfosis, seperti kodok, akan sangat terikat pada habitatnya dan sangat peka terhadap perubahan lingkungan. Tiap tiap fase metamorfosis akan sangat peka terhadap perubahan lingkungan. Kepekaan ini dijadikan indikator perubahan lingkungan. Kodok yang tidak tahan terhadap perubahan lingkungan, akan mati pada fase telur sampai berudu. Kodok yang agak tahan, akan mengalami pertumbuhan yang tidak normal/cacat. Kecacatan ini akan berpengaruh pada organ reprudksi, kesuburan dan akhirnya berpengaruh pada kegagalan reproduksi/ kegagalan berkembang biak.  Ini yang menyebabkan populasi kodok menyusut bahkan ada beberapa jenis yang punah.

Indikator perubahan lingkungan
     Ahli ekologi akan selalu memperhatikan perubahan perilaku hewan, ikan dan biota lainnya untuk mengetahui perubahan lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran dan kerusakan lingkungan. Burung burung sejenis bangau akan bermigrasi ribuan mil jauhnya untuk mencari suhu yang lebih ideal bagi perkembang biakannya. Koloni ikan laut akan bermigrasi kelaut yang lebih hangat untuk berkembang biak. Namun perubahan iklim, perubahan suhu, ternyata telah merobah pola migrasi hewan hewan ini.
     Pencemaran air juga berpengaruh pada budidaya perikanan. Pencemaran limbah, bahan beracun dan berbahaya, rendahnya o2 terlarut, berpengaruh langsung pada ikan. Mulai dari lambatnya pertumbuhan, gangguan reproduksi sampai pada kematian masal. Kehidupan ikan bisa menjadi indikator kwalitas air dan tingkat pencemarannya. Namun ini kadang diterapkan secara salah oleh perusahaan yang mempunyai ipal.  Kolam penampungan air limbah ditebari ikan, kalau ikannya dapat hidup, berarti air limbah tersebut memenuhi syarat baku mutu air. Belum tentu!. Ikan mungkin bisa hidup karena o2 yang terlarut mencukupi. Namun logam berat akan secara graduil terakumulasi pada ikan dan berbahaya bagi yang mengkonsumsi.

Perkembangan hospes penyakit
     Perubahan dan kerusakan lingkungan ternyata juga berpengaruh pada perkembang biakan hospes, hewan yang menjadi perantara/sumber penularan penyakit. Nyamuk adalah hewan yang tidak tahan terhadap dingin. Makanya di daerah pegunungan tidak ada nyamuk. Namun perubahan lingkungan dan pemanasan global menyebabkan suhu dipegunungan naik, dan sekarang kita dapat menjumpai nyamuk dipegunungan. Jangan heran kalau sekarang di daerah pegunungan juga terjangkit malaria, DB< Chikungunnya dsb.
     Kerusakan lingkungan juga telah merubah peta penyakit. Daerah yang dulu aman, sekarang terkena banjir, rob, dsb. Maka disini berkembang penyakit leptospirosis, diare, dsb.
      Juga migrasi manusia dan kerusakan lingkungan, telah membawa penyakit migrasi anta benua. Ebola yang hanya ada di Afrika, kini bisa dijumpai di belahan dunia lainnya. 

Ancaman terhadap keaneka ragan hayati
     Masalah utama yang mengancam populasi dan keaneka ragaman hayati, adalah hilangnya habitat alami mereka. Penggundulan hutan, pencemaran air sungai baik yang berasal dari limbah rumah tangga dan limbah industri, lalu konversi lahan sawah menjadi kawasan industri dan pemukiman, menyebabkan habitat alami dari ikan, kodok, belut dan biota lainnya hilang.
      Sedangkan sawah dan lahan basah lainnya yang dimanfaatkan secara berlebihan melebihi daya dukungnya, atau penggunaan pestisida berlebihanpenangkapan ikan dengan racun,  atau penangkapan kodok, belut, ular dialam bebas secara berlebihan, semakin menjadi ancaman bagi keaneka ragaman hayati.
     Jika dulu kita dengan mudah menemukan kepik, capung dan kupu kupu beterbangan, lalu dimalan hari kita akan disuguhi kunang kunang yang tertbang dengan membawa obor hijau, maka suatau saat nanti itu hanya akan menjadi cerita bagi anak cucu.
     Anak cucu nanti jika ingin menlihat kunang kunang, ambil sebongkah batu, lalu dikeprukkan ke jidatnya, maka ia akan melihat ribuan kunang kunang menari diudara.
 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar