Indonesiana dalam THE NAKED TRAVELER 4, Trinity.........

     Bagi pecinta backpacker mesti tidak melewatkan buku karya Trinity, yakni The Naked Traveler yang kin telah sampai ke jilid ke 4. Ada sesuatu yang menggelitikku di naked traveler 4 ini, yakni pengalaman trinity ke beberapa daerah di Indonesia, karena saya juga pernah mengalami sesuatu yang mirip dengan pengalamannya. Di buku ini, masuk dalam bab 1, yakni Indonesiana
     Dalam judul Disiksa Kurisi misalnya (Kurisi itu nama Kapal), ya kalau naik kapal perintis, kapal kayu antar pulau, ya kayak gitu rasanya. Jangan harap enak kayak naik kapal penumpang saat ini. Belum kalau kita naik kapal antar pulau bareng dengan muatan kopra, ikan dsb, hampir dipastikan semua isi peyut akan keluar dan kita mabuk sepanjang jalan. Mana bisa menikmati perjalanan. Jadi kalau Pemerintah mau menggalakkan itu pariwisata, mestinya kapal penumpang antar pulau, kapal wisata dsb harus dibenahi.
     Cerita yang kedua tentang Dipalak anak kecil, hahaha...itulah rusaknya mental bangsa kita. Akibat pariwisata, akibat pembangunan dsb, maka sifat gotong royong, persaudaraan dsb sudah banyak terkikis dari bumi pertiwi ini. Jadi kalau Trinity bilang hanya foto foto bersama menggunakan baju adat lalu yang diajak foto minta bayaran, memaksa, itu mah sudah sejak puluhan tahun yl ada. Puluhan tahun yl, waktu aku dipedalaman sulawesi sana, waktu mobil yang kutumpangi mogok, orang kampung gak mau mbantu ndorong walau cuma beberapa meter.....iyo, maar kasih torang doi dulu......
     Bandara masih tutup?, walah walah...kalau di Luar Jawa itu bandara memang hanya ada aktifitas pagi, jam 06.00 - 08.00 waktu setempat. Lalu ada aktifitas kedatangan dan keberangkatan lagi, ya nanti sore, sekitar jam 15.00 - 17.00. Lha, waktu jeda itu gimana? ya tutup! Ini sebenarnya cukup tragis. Lha nanti kalau ada pendaratan darurat terus siapa yang memandu. Mudah mudahan yang tutup cuma lobinya. Tapi menara pengawas, radar dsb tetap ada operatornya. Lalu gimana kalau lapangan terbang perintis yang adanya pendaratan dan keberangkatan hanya seminggu sekali?, apa hari hari lainnya juga tutup. Wah mestinya perhubungan udara membuat protap nih
     Lalu Trinity juga menceritakan hotel yang dipakai rame rame. Pesannya hanya satu kamar, namun yang makai sak keluarga, bapak ibu, anak, pembangtu. keponakan, sampai penuh, meluber sampai ke lobi, berisik, ngganggu tamu lainnya. Itcu juga masih fenomena bangsa kita. Jangan diluar jawa atau tempat terpencil, lha wong kota kecil di jawa aja banyak yang gitu. Kuncinya ya tergantung nego dengan manajemen hotel. Gitu aja kok repot.
      Lha ini yang perlu kita renungkan bersama. Dalam Nostalgia Lombok, Trinity membandingkan suasana Lombok tahun 90an dengan saat ini. Ya, pembangunan sarana pariwisata ternyata hanya untuk memanjakan wisatawan dan pengunjung lainnya. Sehingga mengorbankan keaslian alamnya. Gili Trawangan tahun 90an mungkin masih asli. Tapi kalau kita kesana sekarang, memang bisa menjumpai apa yang ada didunia modern, disana juga ada. Kedai, kafe, hotel, kolam renang. Makanan dan minuman pun sama seperti yang ada didunia. Mulai dari soft drink, restoran waralaba, pokoknya gak akan kerepotan dah.
     Rasanya sermua obyek wisata juga gitu. Hanya ada satu obyek alam asli, lalu dikelilingi oleh bangunan dan fasilitas modern. Lalu kalau ada wisatawan ingin melihat alam Indonesia yang masih asli, mungkin harus lebih ketimur, seperti Raja ampat dan wilayah Papua lainnya. Sayang saya belum pernah kesana. Atau pulau pulau kecil tak berpenghuni yang lalu dikelola sendiri oleh bule bule. Makanya kadang ada istilah pulau dijual, ya mungkin kasusnya pulau yang dikelola oleh bule.

Soo....mari lanjutkan baca Naked Traveler ke bab berikutnya.....masih banyak nih......... 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar