Berburu kuliner di "Lapis kedua"........

     Suatu saat saya pernah menghadiri rapat kerja di Jakarta. Diadakan di hotel berbintang 5. Acara dimulai pada jam 10 pagi. Saya dan juga peserta lain dari jawa yang memakai kendaraan bis malam atau tarvel biro, tentu saja jam 5 pagi sudah sampai di tempat rapat. Sambil menunggu waktu, pada mandi di kamar mandi hotel, sholat di musolla hotel, lalu duduk duduk di lobi. Sarapan pagi atau ngopi? Teman teman peserta lain pada makan atau minum di restoran hotel atau di kafe hotel. Sebagai orang yang berperut asli jawa, saya tidak terbiasa dengan sarapan ala hotel, yang paling kalau nggak roti tawar setangkep, ya nasi goreng. Lalu saya turun ke ground floor, ternyata didekat parkiran ada kantin, yang menyediakan makan bagi karyawan hotel dan petugas lainnya. Tempatnya bersih dan makanan yang disajikan juga memenuhi syarat 4 sehat 5 sempurna. Al hasil, teman teman yang makan di restoran hotel, secangkir kopi seharga Rp. 25 ribu, saya bisa minum segelas kopi dengan Rp. 6 ribu. Teman teman yang sarapan sepiring nasi goreng seharga Rp. 60 ribu, saya bisa sarapan nasi rames Rp. 12 ribu.
     Jam 12 siang, waktunya istirahat, sholat dan makan siang bagi para karyawan. Mereka yang bekerja di pusat perbelanjaan, mal, pusat perkantoran elite, pada berbondong bondong keluar dari tempat kerjanya, menuju ke satu kawasan. Di samping mal, dengan hanya dibatasi pagar seng, ada kawasan untuk makan siang bagi karyawan. Mulai dari nasi rames, nasi padang, warung tegal, ketoprak, mie ayam dan segala macam makanan kelas menengah ada disini dengan harga terjangkau. Ya, disinilah para karyawan makan siang. Bukan rumh makan wara laba di mal yang harganya mahal.
     Kalau yang ini cerita konyol : Suatu saat saya berwisata kuliner di satu rumah makan berkelas. Yang tentunya tarifnyapun berkelas. Pada waktu saya memarkir kendaraan di tempat parkir rumah makan tersebut, masuk pula teman saya, lalu memarkir kendaraannya. Namun ternyata teman saya itu tidak masuk ke rumah makan itu, tetapi malah masuk ke warung makan mie ayam yang kebetulan lokasinya berimpitan dengan rumah makan yang saya maksud. wah wah wah, parkir kendaraan di rumah makan berkelas, gak tahunya cuma makan mie ayam disampingnya. Gombal tenan.

Lapis kedua itu mesti ada
     Dari cerita cerita saya diatas tsb, saya ingin cerita, bahwa warung makan lapis kedua itu mesti ada. Disatu pusat perbelanjaan, mal dsb, rasanya tidak mungkin para karyawannya harus makan di mal itu, lha wong yang disitu yang restoran berkelas semacam KFC, Mc Donald dan waralaba lokal lainnya. Habis gajinya untuk makan siang saja. 
     Di hotel berbintang, tidak mungkin para karyawan, sopir dan pekerja lainnya makan di restoran hotel. Tekor gajinya. Pasti ada kantin untuk menfasilitasi mereka.
     Kalau kita cerdas, mau sedikit kesulitan, maka berburu kuliner di kantin, rumah makan dan warung warung kecil di sekitar mal, hotel berbintang dan kawasan elit lainnya, kita akan menemukan tempat makan yang murah meriah, harga terjangkau dan rasa yang tidak kalah enak dibanding masakan chef ternama. Cobalah sekali sekali berjalan jalan di kawasan yang saya sebutkan tadi dan temukan rumah makan yang enak. Pasti anda akan ketagihan berburu kuliner disini.

Beda nama, beda penampilan
     Kalau anda makan di hotel berbintang dengan menu fried rice chicken with omelet, maka disini anda cukup bilang nasi goreng telur. Kalau dihotel berbintang ada makanan banana crispy tau banana crepe, maka disini ada ledre pisang. dsb dsb pokoknya beda namanya, sama barangnya.
     Penampilan? jelas sangat berbeda. Tapi kalau makan itu kan yang penting rasanya. Pemnampilan itu nomer dua. Dengan perut yang terasa lapar, maka di meja plastik kursi plastik, piring kaca ala kadarnya, makan siang kita sudah terasa nikmat.
     Tapi jangan kawatir, yang namanya tetap seperti aslinya juga ada. Mau nyari lasagna/ lasanya, shabu shabu, sukiyaki, sashimi, bento juga tersedia disini. Namun ditempat ini masakan manca negara, masakan londo, masih kalah pamor dibanding nasi rames, soto ayam, atau masakan padang. Nah, disini baru terasa masakan asli Indonesia jadi tuan rumah dinegeri sendiri.

Harga terjangkau, suasana familiar
      Jelas disini harga terjangkau, karena memang dimaksudkan untuk melayani para pekerja kelas dua. Karyawan hotel, karyawan mal, pusat pertokoan, pusat perkantoran, sopir dsb. Ada yang mengatakan disini adalah masakan rasa bintang lima, harga kaki lima. Minta dibungkuskan untuk dibawa pulang buat makan malampun oke.
     Suasanapun sangat familiar, karena isinya para karyawan. Sambil makan mereka bisa berbincang bincang tentang pekerjaannya, tentang infotaimen, tentang politik. Diskusipun bisa berkembang dalam suasana yang akrab.
      Yang lebih menarik lagi, yang makan disini cuantik cuantik lho...ada resepsionis, ada sales promosion girls, ada PR....cantik harum, seksi, pakai rok mini, wah kita bisa makan paha sambil melihat paha hahaha......

Nah, dari cerita saya ini, berburu kuliner itu tidak mesti harus ketempat tempat yang prestisius. Yang terkenal, yang sering diliput TV dsb. Bahkan dibelakang deretan gedung pencakar langit, dibelakang mal, disamping hotel atau diground floor hotel, kita bisa menemukan tempat jajanan yang enak, murah dan berkwalitas. Sekali lagi, ditempat yang elit, mesti ada masakan kelas dua . Mari kita berburu masakan kelas dua.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

2 komentar:

fitri saras mengatakan...

freshh...kalo kelas tiga dimana om..

wisnumgl center mengatakan...

hahaha......kalau kelas tiga itu ya mbok gendong yang sok datang kekantormu itu.......(baca kuliner simbok gendong..)

Posting Komentar