APAKAH MUSLIM – YAHUDI BISA HUDUP BERDAMPINGAN?



     
    Ada satu buku yang menarik dan sempat kumiliki, “ANAK ANAK IBRAHIM, dialog terbuka mengenai isu isu yang memisahkan dan menyatukan Muslim – Yahudi”.  Buku ini ditulis bersama oleh Rabi Marc Schneier dan Imam Shamsi Ali. Rabi Marc Schneier adalah seorang rabi Yahudi, presiden dan pembina sinagoge Hampton, New York Amerika Serikat. Sedang Imam Shamsi Ali, kelahiran Indonesia, sekarang memimpin Pusat Muslim Jamaica di New York Amerika Serikat.
      Rasa saling curiga, ketidak senangan dan permusuhan antara Muslim- Yahudi rasanya sudah berurat berakar sejak ribuan tahun, praktis semenjak Islam lahir 14 abad yang silam. Walau pada abad abad peertengahan kaum Yahudi bermusuhan dengan kaum Nasrani, dimana kaum Yahudi merasa sudah duaribu tahun teraniaya dengan puncaknya kejadian holocaus pada jaman Hitler yl, namun permusuhan antara Muslim dan Yahudi rasanya lebih kronis dan pada akhir akhir ini dengan berbagai isu menjadi lebih panas lagi.
     Kaum Yahudi yakin bahwa Islam itu anti semitisme, khususon kaum Yahudi/ sangat anti Yahudi. Sedang kaum Muslimin yakin bahwa Yahudi itu ingin menghancurkan Islam. Setidaknya agar kaum Muslimin jauh dari ajarannya.
     Kaum Yahudi yakin, bahwa Yahudi (sebagai bangsa, sebagai etnis dan sebagai agama) adalah bangsa terpilih. Bangsa yang dipilih oleh Tuhan, bangsa yang paling dikasihi Tuhan melebihi bangsa bangsa lain didunia. Sedang kaum muslimin/ umat Islam yakin, bahwa umat Islam adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia (khairu ummah). Klaim keduanya itu tidak pduli bagaimana perilaku sehari hari kaumnya. Apakah tindak tanduk kaum Yahudi mencerminkan sebagai bangsa pilihan Tuhan? Apakah perilaku umat Islam sehari hari dalam kehidupan dimasyarakat, dinegara dan dalam pergaulan antar bangsa bangsa didunia mencerminkan umat yang terbaik?
     Di lingkungan Yahudi ada satu kepercayaan tentang adanya bangsa Amalek, yakni bangsa yang sangat membenci dan ingin menghancurkan kaum Yahudi mulai sejak dahulu kala, pasca exodus bangsa Israel dari Mesir, jadi sejak jaman nabi Musa dulu. Tuhan memerintahkan kepada kaum Yahudi untuk menghancurkan bangsa Amalek ini sepanjang sejarah, hingga tak seorangun dari mereka yang hidup. Lha, orang Islam ini dianggap sebagai representasi dan/atau keturunan amalek, jadi harus dimusnahkan sak cindhil abangnya.
     Di lingkungan Islam sendiri juga ada keyakinan bahwa kaum Yahudi itu ingin menghancurkan Islam. Makanya sering kita dengar, setiap ada bencana terhadap Islam, selalu ada istilah “oh, ini konspirasi Yahudi”. Orang Yahudi adalah musuh Islam, dan Tuhan menginginkan orang orang yang memusuhi Islam itu diperangi dan dihancurkan. Orang Islam dilarang untuk menjadikan Yahudi sebagai sahabatnya. Juga ada kepercayaan bahwa dihari akhir nanti akan turun Dajjal, yakni makhluk yang selalu bikin kerusakan dimuka bumi ini. Nah, perilaku Yahudi dianggap sebagai representasi dajjal itu sendiri.
     Kondisi perkembangan politik dunia saat ini juga semangkin memperparah hubungan Muslim- Yahudi. Isu Israel- Paslestina, Islamophobia, masalah terorisme yang dikaitkan dengan Islam fundamentalis, penyangkalan Holocaus oleh umat Islam Iran,  semua itu rasanya semakin menjauhkan jarak antara Muslim – Yahudi.
     Namun sebenarnya ada celah yang dapat digunakan untuk mendekatkan keduanya. Yahudi dan Islam, sama sama berangkat dari tradisi monoteisme, sama sama agama samawi, sama sama Anak anak Ibrahim. Yang satu keturunan Ischac, yang lain keturunan Ismail. Jika berangkat dari semangat “ bagimu agamamu, dan bagiku agamaku”......dan “Fastabikul khairat/ berlomba lomba dalam berbuat kebajikan”....rasanya sebenarnya jarak antara keduanya bisa didekatkan. Masalahnya rasa permusuhan, rasa curiga antara keduanya ini belum/tidak pernah dicoba ubtuk dicairkan. Bahkan dilingkungan Islam, bergaul, berdialog dengan Yahudi itu ya dianggap Yahudi. Contohnya Gus Dur, yang mempunyai banyak teman Yahudi, dulu ada isu bahwa Gus Dur itu udah jadi Yahudi.
     Nah, dalam buku ini Rabi Marc Schnier dan Imam Shamsi Ali mencoba membuka dialog Muslim- Yahudi, meskipun mereka menyadari, bahwa tantangan, tentangan dan penolakan dari kedua umat akan sangat besar.
     Dimasa yang akan datang, dalam suasana globalisasi dunia yang tidak terelakkan, pergaulan dunia semakin luas. Anak anak kita nanti, muslim akan hidup bertetangga dengan Yahudi,dengan Nasrani, bahkan dengan kaum tidak bertuhan. Di Muslim sendiri mungkin anak anak kita akan hidup bergaul dengan Syiah, Ahmadiyah, Sunni dlsb. Dalam kondisi seperti ini, bekal apa yang akan kita berikan kepada anak anak kita? Apakah ajaran yang kaku, bahwa Yahudi itu harus diperangi, tidak boleh bergaul dengan mereka?. Ataukah kita ajarkan semangat toleransi tanpa harus mengorbankan Akidah, Ibadah dan Muamalah agama kita?...............So, mari kita renungkan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar