CFD itu dulunya untuk memberi
kesempatan kepada masyarakat untuk bernafas lega, memberi ruang untuk
beraktifitas yang bebas puolusi, setelah sehari hari senantiasa disuguhi dengan
kemacetan, asap knalpot dan hiruk pikuk lalu lintas. Maka dalam seminggu atau
dua minggu, diadakan acara CFD dimana seruas jalan, hanya seruas jalan disuatu
kota dibebaskan dari lalu lintas. Itupun hanya 3-5 jam. Disitu lalu masyarakan
bebas beraktifitas, ada yang jogging, jalan santai, senam, sepedaan dan
sebagainya aktifitas yang tidak emnggunakan mesin
Dulu, CFD itu disenangi dan
sangat ditunggu oleh masyarakat disuatu kota. Namun kini banyak penggiat
lingkungan, pengamat sosial dan sebagainya yang mulai mempertanyakan., bahwa
CFD itu telah melenceng jauh dari tujuan semula, telah kehilangan ruhnya
Bahkan masyarakat yang bingin
bebas beraktifitas tanpa terganggu mesin dan sebagainya, harus bersaing dengan
suara gelegar sound sistem, speaker tukang jual DVD, hiruk pikuk orang jualan,
stand pameran motor/mobil dan sebagainya.
Jadi pasar tiban
Ya, akhirnya CFD itu jadi pasa
tiban, didominir oleh para pedagang. Semua ruang kosong yang memungkinkan,
langsung diisi oleh orang jualan. Makanan, minuman, buah sayuran semua tumplek
bleg. Lalu pakaian, celana dalam, owolan, sangat menyita ruang CFD yang
mestinya untuk aktifitas warga yang ebas dari polusi. Bahkan orang jualan
makananpun tidak jarang yang menggunakan tungku bakaran, maka polusi asappun
harus diterima oleh penikmat CFD. Juga CFD ini tidak terhindar dari serbuan
marketing motor, mobil, baranng elektronik, minyak wangi dan sebagainya....wlah
walah, lha wong CFD kok diisi stan pameran mobil, motor..........
Hanya memindahkan kemacetan
Ya, kalau kota kota besar yang
mempunyai segmen jalan yang banyak, gak masalah. Solo, hanya menggelar CFD
dijalan Slamet Riyadi. Jogja hanya seruas jalan Sudirman. Pengguna jalan masih
bisa memilih alternatif lain untuk mencapai tujuannya. Tapi bagaimana kalau
kota yang gak punya banyak ruasjalan?
CFD ternyata hanya memindah kemacetan. Lalu lintas dialihkan ke jalan jalan
kecil yang justru menimbulkan kemacetan dan kebingungan. Banyak keluhan
pengguna jalan manakala CFD digelar. Makanya mestinya bagi kota kota yang gak
punya banyak jalan alternatif, pikir dulu dah kalau mau gelar CFD. Atau digelar
aja bukan dijalan protokol, misalnya disekitar stadionlah.
Trend sekarang, jadi ajang demo/ kampanye
Di kota kota yang ada
mahasiswanya, yang ada kampusnya, kadang terjadi, atau bahkan sering, CFD jadi
ajang demo. Mahasiswa yang akan ngritik pemerintah, yang akan ngritik
pemerintah daerah, atau mau kritik kondisi sosial, maka demo di CFD jadi
pilihan utama, karena pasti banyak pemirsanya.
Pada saat menjelang pilkada, atau
menjelang pilpres, pemilu legislatif, banyak pula yang nimbrung berkampanye
disini. Jadilah CFD itu acara yang hiruk pikuk
Kembalikan CFD pada ruhnya
Ya, kembalikan pada ruhnya. Yakni
membebaskan satu segmen jalan disuatu kota, dari hiruk pikuk kemacetan lalu
lintas, dibebaskan dari polusi barang 3-4 jam aja, lalu masyarakat diberi
kesempatan untuk meikmati ruang terbuka yang kosong untuk beraktifitas, tanpa
terganggu polusi asap knalpot, polusi suara, polusi kegiatan yang menggunakan
alat elektronik dan sebagainya. Biarkan masyarakat mengekpresikan dirinya
diruang yang biasanya macet itu.
Pedagang ya harus diatur, jangan
sampai justru mendominasi ruang. Juga harus ada regulasi kegiatan apa yang
boleh dilakukan, apa yang yang gak boleh. Kampanye, iklan kendraan, demo dan
sebagainya sebaiknya dilarang aja.
Lalu kota kota kecil yang gak
punya alternatif jalan yang banyak, ya jangan memaksakan diri ikutan gelar CFD.
Itu hanya akan memindahkan kemacetan kejalan jelan kecil disekitarnya.